Bismillaahir Rohmaanir Rohiim
Alloh SWT berfirman : 'Sesungguhnya kematian yang kamu lari-kan dirimu daripadanya itu tetap akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada Tuhan yang mengetahui segala yang tersembunyi dan segala yang nyata, maka Dia akan memberitahu kamu apa yang pernah kamu lakukan.’ (QS 62 : 8)
Salah satu pekerjaan orang-orang yang bertarekat adalah disamping menziarahi makam para Rosul, Nabi, Ulama dan Syuhada, juga mengingat kematian. Syaikhuna (semoga Alloh merahmatinya) selalu memerintahkan murid-muridnya untuk sering melakukan dzikrul maut ini. Beliau sendiri sering memimpin ziarah kubur kemakam para wali Alloh khususnya sepanjang perjalanan dari Pandeglang menuju Labuhan, Banten. Dimulai dari Ki Shohib Kadupinang dan Syaikh. Tubagus Ruyani, lalu menuju ke Masbaroh Cigunung, Syaikh. Maulana Mansyur Cikadueun, Syaikh. Wali Daud Cigondang dan yang terakhir adalah Syaikh Asnawi Caringin, dan bila melalui jalur jasinga, adalah ke makam Syaikh Nuurunaum Suryadipraja dan Syaikh Abdul Khoir (semoga Alloh merahmati mereka semua). Pekerjaan ini, berdasarkan hadis atas pertanyaan seorang sahabat kepada Rosululloh,SAW. : ‘Adakah orang lain yang akan dibangkitkan bersama para syuhada ?’ Beliau menjawab : ‘Ya, mereka itulah yang mengingat mati sebanyak duapuluh kali dalam sehari semalam.’ Dan dikesempatan lain Rosululloh,SAW., bersabda : ‘Yang dapat memberikan syafaat di hari berbangkit nantinya adalah para nabi, para ulama dan para syuhada.’ Dan seorang Syaikh berkata : ‘Mengingat para Nabi adalah ibadah dan mengingat orang-orang sholeh menggugurkan dosa-dosa.’
Dizaman yang materialistik ini nyaris hal-hal yang berkenaan dengan ritual untuk membangkitkan kesadaran akan kematian dikatakan bid’ah, padahal orang-orang yang berkata bid’ah itu hatinya keras seperti batu, karena di saat mereka melihat kuburan atau orang mati hatinya tidak tergerak menarik pelajaran darinya. Dzikrul maut adalah kewajiban bagi para pejalan untuk melakukannya paling tidak duapuluh satu kali sehari semalam, guna menghidupkan hati agar datang suatu keyakinan bahwa maut pastilah tiba. Imam Ghozali,RA., berkata : ‘Jangan sekali-kali meninggalkan tafakur tentang hampirnya ajal dan kepastian datangnya maut yang akan memutuskan segala cita-cita, menghilangkan segala kesempatan serta mendatangkan sesal dan putus asa berkepanjangan disebabkan kita telah bersikap acuh-tak-acuh terhadapnya.’ Syaikhuna (semoga Alloh merahmatinya) pernah berkata bahwa para pengikut tarekat Qodiriyah di Banten diperintahkan untuk tinggal dikomplek pekuburan selama tujuh atau dua puluh satu atau empat puluh hari lamanya sambil melakukan wirid-wirid tertentu.
Didalam hadis qudsi Alloh SWT berfirman : ‘Wahai manusia! Aku heran pada orang yang yakin akan kematian, tapi ia hidup bersuka-ria. Aku heran pada orang yang yakin akan pertanggungjawaban segala amal perbuatan di akhirat, tapi ia asyik mengumpulkan harta benda. Aku heran pada orang yang yakin akan kubur, tapi ia tertawa terbahak-bahak. Aku heran pada orang yang yakin akan adanya alam akhirat, tapi ia menjalani kehidupan dengan bersantai-santai. Aku heran pada orang yang yakin akan kehancuran dunia, tapi ia menggandrunginya. Aku heran pada intelektual, yang bodoh dalam soal moral. Aku heran pada orang yang bersuci dengan air, sementara hatinya masih tetap kotor. Aku heran pada orang yang sibuk mencari cacat dan aib orang lain, sementara ia tidak sadar sama sekali terhadap cacat yang ada pada dirinya sendiri. Aku heran pada orang yang yakin bahwa Alloh senantiasa mengawasi segala perilakunya, tapi ia berbuat durjana. Aku heran pada orang yang sadar akan kematiannya, kemudian akan tinggal dalam kubur seorang diri, lalu dimintai pertanggungjawaban seluruh amal perbuatannya, tapi berharap belas kasih dari orang lain. Sungguh tiada Tuhan kecuali Aku dan Muhammad adalah hamba dan utusan-Ku.’
Rosululloh,SAW., pernah ditanya oleh sahabatnya : ‘Siapakah orang-orang yang bijak itu ?’ Beliau menjawab : ‘Merekalah yang banyak mengingat mati dan selalu bersiap-siap menyambutnya. Merekalah orang-orang bijak, yang meninggalkan dunia dengan penuh kehormatan dan tiba di akhirat dengan penuh kemuliaan.’
Abu Sa’id al-Khorroz (semoga Alloh merahmatinya) berkata : ‘Aku sedang berada di Mekkah al-Mukarromah, memasuki Masjidil Harom melalui pintu Bani Syaibah. Kulihat seorang pemuda yang tampan dalam keadaan meninggal dunia. Kulihat wajahnya, dia tersenyum dalam wajahku, dan berkata padaku, ‘Hai abu Sa’id, ketahuilah bahwa sesungguhnya para kekasih Alloh itu hidup, walaupun mereka mati. Mereka hanya dipindahkan dari satu rumah ke rumah lain.’
Suka atau tidak, maut adalah masalah ghoib terdekat yang sedang ditunggu kedatangannya, dan tidak akan datang menjemput pada waktu atau keadaan yang tertentu, akan tetapi maut pasti akan menjemput pada waktu yang tidak diketahui, baik dalam keadaan sehat, senang atau sakit dan sedih. Oleh karenanya, menyediakan diri untuk maut adalah lebih utama daripada menyediakan diri untuk dunia. Rosululloh,SAW., bersabda : ‘Apalah arti dunia bagiku. Hubunganku dengan dunia laksana seorang pengendara yang sedang berjalan di panas terik, tiba-tiba kelihatan olehnya sebatang pohon, lalu ia pun berteduh sejenak di bawahnya, sesaat kemudian ia pergi lagi dan meninggalkannya.’
Rosululloh,SAW., bersabda : ‘Perbanyaklah mengingat maut penghancur segala kelezatan.’ Hadis ini sungguh dalam maknanya, menunjukkan bahwa orang yang telah mampu melakukannya adalah orang-orang yang tamkin didalam maqom qonaah dan zuhud dari dunia ini. Dan sebaliknya, melupakan kematian dan memanjangkan angan-angan akan menjerumuskan manusia dalam berbagai macam kerugian, yaitu ia akan selalu mencintai dunia, berpayah-payah dalam mengumpulkan harta benda, bersenang-senang dengan syahwat dan kenikmatannya, bermegah-megah dengan perhiasannya di samping selalu menagguhkan diri untuk bertaubat dari segala dosa dan kesalahan dan malas untuk mengerjakan amalan-amalan yang saleh. Oleh sebab itu manusia menjadi buta hatinya, sebuah riwayat mengatakan, tatkala seorang istri ditinggal mati oleh suaminya, dia berkata : ‘Duhai celaka, siapa lagi yang akan memikirkan dan memberi makan anak-anak kami ?’ Seorang salik yang datang menziarahinya berkata : ‘Jangan memikirkan yang hidup tapi pikirkanlah yang mati, karena yang hidup segala sesuatunya telah dijamin oleh Alloh SWT, sedangkan yang mati amal-amalnya telah terputus, dan amat dasyat derita disana, oleh sebab itu doakan dia, dan hadiahkan semua amal ibadahmu untuknya, serta infakkan sebagian harta yang ditinggalkannya, begitulah yang aku dengar dari guruku.’
Syaikhuna (semoga Alloh merahmatinya) berkata : ‘Mendoakan atau menghadiahkan amal ibadah kepada orang yang sudah mati tidak akan tertolak, dan barangsiapa menghadiahkan amal ibadahnya maka yang dia peroleh akan berlipat ganda.’
Sayyidina Ali bin Abi Tholib (Karomallohu wajhah) pernah mengunjungi pekuburan di Madinah lalu berkata : ‘Wahai penghuni kubur, salam sejahtera untuk kalian, ceritakan kepada kami mengenai kabar kalian atau kamilah yang akan menceritakan kepada kalian ?,’ tak lama kemudian terdengar sebuah suara : ‘Salam sejahtera pula wahai Amirul Mukminin, silakan ceritakan dahulu pada kita tentang beberapa peristiwa yang terjadi setelah kita meninggal dunia.’ Imam Ali pun mulai bercerita : ‘Istri-istri kalian sekarang telah menikah lagi, harta-harta kalian telah dibagi-bagi, anak-anak kalian telah berkumpul dengan kumpulan anak yatim, bangunan yang telah kalian dirikan sekarang telah dihuni oleh musuh-musuh kalian, inilah berita mengenai kalian yang kami ketahui, lalu bagaimana berita mengenai kalian sendiri ?’ lalu suara itu bercerita : ‘Kafan-kafan kami telah robek, rambut-rambut kami juga telah bertebaran, kulit-kulit kami juga tercabik-cabik, pupil mata kami meleleh kepipi dan lobang-lobang hidung kami mengeluarkan nanah, segala yang kami tinggalkan, kami menyesalinya disini. Kami semua tergadai dengan amal-amal yang telah kami lakukan.’
Syaikh Muhammad Amin al Kurdi (Qoddasallohu Sirroh) berkata bahwa : ‘Arwah orang-orang yang beriman setiap harinya mendatangi langit dunia dan berhenti searah rumah mereka, ruh itu memanggil-manggil dengan suara yang amat mengharukan, “Wahai keluargaku, wahai kerabatku, wahai anakku, wahai orang-orang yang tinggal di rumah kami, yang memakai pakaian kami, yang membagi-bagikan harta kami, apakah masih ada di antara kalian yang mengingat kami dan memikirkan kami ketika kami jauh ? Tahukah kalian, kami sedang berada didalam penjara yang panjang dan benteng yang kokoh. Doakan kami mendapat rahmat, maka kalian pun akan dirahmati Alloh SWT. Jangan pelit kepada kami sebelum kalian menjadi seperti kami. Kelebihan harta yang sekarang kalian miliki dahulunya adalah milik kami, dulunya kami tidak pernah menginfakannya di jalan Alloh SWT. Pertanggung jawaban dan kehancurannya kami yang menanggung, sedangkan manfaat yang memperolehnya adalah orang lain. Bila kamu tidak segera menghentikan perilaku kalian, maka kalian akan menanggung penyesalan dan terhalang dari pahala.’
Rosululloh,SAW., bersabda : ‘Janganlah seseorang di antara kamu mati, kecuali ia menyimpan sangkaan baik terhadap Alloh SWT.’
Didalam hadis qudsi Alloh SWT berfirman : ‘Aku selalu dekat dengan sangkaan hamba-Ku tentang Aku, dan Aku bersamanya selama ia mengingat-Ku.’ Dan ‘Barangsiapa sangat menginginkan perjumpaan dengan Alloh, maka Alloh ingin berjumpa dengannya. Akan tetapi, barangsiapa yang tidak ingin berjumpa dengan Alloh, maka Alloh juga tidak ingin berjumpa dengannya.’
Sifat utama manusia adalah acuh tak acuh dalam memenuhi hak-hak Tuhan, akan tetapi sangat giat dan bersemangat didalam mengejar duniawi, mereka rela sebagian besar waktunya dihabiskan hanya untuk memburu harta bendawi dan beraneka ragam kenikmatannya. Hanya sebagian kecil waktu yang dipergunakan untuk beribadah, itupun dengan kualitas yang sangat rendah. Sebut saja seseorang yang hidup hingga umur lima puluh tahun, berarti ia telah menikmati segala fasilitas kehidupan yang gratis dari Alloh SWT selama delapan belas ribu hari, lalu berapa banyak nikmat yang diterima itu digunakan untuk peribadatan?, apakah pernah menjauh dari hiruk pikuk kehidupan dunia ini dan duduk satu hari semalam saja beribadah hanya dikhusukan untuk Alloh SWT semata? Lalu bagaimana mungkin hati yang sudah kadung berkarat itu dan menyatu dengan dunia ini, bisa meninggalkan dunia dan menuju alam barzakh dengan mudah? Bashiroh yang tertutup rapat oleh hijab-hijab yang dibuatnya sendiri, pada gilirannya akan membuat manusia tidak akan mempunyai prasangka yang baik terhadap Tuhannya, dan tidak ada pula keinginannya untuk bertemu dengan yang telah memberinya nikmat sepanjang kehidupannya. Alloh SWT berfirman didalam hadis qudsi : ‘Barangsiapa enggan bertemu dengan-Ku semasa di bumi, maka Aku pun tak sudi bertemu dengannya.’ Naudzubillah mindzalik, semoga Alloh SWT mensucikan kita dan memberikan ampunan-Nya. Semoga Alloh SWT memberikan bibit-bibit penyesalan kedalam dada kita dan merupakan karunia yang besar bila banyak menyesal di dunia ini lantas melakukan pertaubatan atas apa-apa yang telah tertinggal dari memenuhi hak-hak Tuhan dari pada menyesal di alam kubur nantinya, berkenaan dengan hal ini Alloh SWT berfiman dan memberitahukan keadaan orang-orang yang menyesal setalah matinya namun tidaklah berguna samasekali :
Alangkah baiknya sekiranya aku dahulu berbuat baik untuk kehidupan ini. (QS 89 : 24)
Ya Tuhanku, kembalikanlah aku ke dunia, supaya aku mengerjakan perbuatan baik dalam apa yang telah kutinggalkan. (QS 23 : 99–100)
ALIF Sufi