Ads 468x60px

Sabtu, 25 Februari 2012

Perbedaan Antara Karomah dan Istidraj




Banyak orang di jaman sekarang ini yang bangga apabila bisa melakukan sesuatu di luar kemampuannya, mereka menganggap bahwa Allah SWT telah mengaruniakan sesuatu yang sungguh luar biasa pada dirinya. Pada kesempatan kali ini kami akan membahas Perbedaan antara Karomah dan Istidraj. Perlu diketahui bahwa siapa saja yang menginginkan sesuatu dan keinginannya itu dikabulkan oleh Allah, maka itu belum tentu menunjukkan bahwa ia seorang hamba yang mulia di sisi Allah, baik pemberian Allah tersebut sesuai atau berbeda dengan kebiasaan. Akan tetapi pemberian Allah tersebut bisa berarti penghormatan Allah untuk hamba-Nya (karamah) atau tipuan untuknya (istidraj).

Dalam Al-Qur’an, istilah istidraj diungkapkan dengan beberapa istilah:

1. Al-istidraj, seperti dinyatakan dalam firman Allah:

Kami (Allah) akan memperdaya mereka secara berangsur-angsur dengan cara yang tidak mereka ketahui. (QS Al-A’raf [7]: 182)
Makna al-istidraj dalam ayat ini adalah Allah mengabulkan semua keinginannya di dunia agar pembangkangan, kesesatan, kebodohan, dan kedurhakaan mereka semakin bertambah, hingga setiap hari semakin jauh dari Allah. Pada prakteknya, menurut logika, mengulang-ulang perbuatan akan menyebabkan pelaku semakin kuat menguasai perbuatan yang diulang-ulangnya. Bila hati seorang hamba condong kepada dunia, kemudian Allah mengabulkan keinginannya, maka ketika itulah ia mencapai apa yang diinginkannya, sehingga akan diperoleh kenikmatan, dan adanya kenikmatan akan semakin menambah kecondongan kepada dunia, lalu kecondongan kepada dunia mengharuskannya untuk semakin keras berusaha untuk mencapai keduniaan. Selamanya, setiap tahapan akan mendorong kepada tahapan selanjutnya, dan setiap tahapan akan semakin menguat secara gradual. Sudah dimaklumi bahwa kesibukan orang terhadap kenikmatan yang menyenangkan ini akan menghalangi diri dari maqam-maqam mukasyafah (tingkat ketersingkapan cahaya) dan derajat ma’rifat, dan sudah tentu akan semakin menjauhkan diri dari Allah, setahap demi setahap hingga mencapai puncak kecondongannya kepada dunia. Inilah yang dinamakan istidraj.

2. Al-makr, seperti dinyatakan dalam firman Allah:

Maka apakah mereka merasa aman dari azab Allah yang tidak terduga-duga? Tiada yang merasa aman dari azab Allah kecuali orang-orang yang merugi. (QS Al-A’raf [71: 99)
Orang-orang kafir itu membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu daya mereka. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya. (QS Ali'Imran [31:54)
Mereka pun merencanakan makar dengan sungguh-sungguh dan Kami merencanakan makar pula, sedang mereka tidak menyadari. (OS Al-Naml T271:50)

3. Al-kaid (tipu daya), seperti dinyatakan dalam firman Allah, Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. (QS Al-Nisa' [4]: 142)

4. Al-imla (memberi tangguh), sebagaimana dinyatakan dalam firman Allah: Dan janganlah sekali-kali orang-orang kafir itu menyangka bahwa masa penangguhan yang Kami berikan kepada mereka adalah lebih baik bagi mereka. Sesungguhnya Kami memberi tangguh kepada mereka hanyalah supaya dosa mereka bertambah. (QS Ali ‘Imran [3]: 178)

5. Al-ihlak (siksaan), sebagaimana dinyatakan dalam firman Allah: Sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong. (QS Al-An’am [6]: 44)
Dan dalam firman Allah tentang Fir’aun, Dan berlaku angkuhlah Fir’aun dan bala tentaranya di bumi tanpa alasan yang benar dan mereka menyangka bahwa mereka tidak akan dikembalikan kepada Kami. Maka Kami hukum Fir’aun dan bala tentaranya, lalu Kami tenggelamkan mereka ke dalam lautan (QS Al-Qashash [28]: 39-40).
Ayat-ayat di atas menjelaskan bahwa tercapainya keinginan seorang hamba tidak menunjukkan kesempurnaan derajat dan keberuntungan mendapat kebaikan.

Perbedaan antara karamah dan istidraj adalah bahwa pemilik karamah tidak begitu senang dengan karamah yang dimilikinya, bahkan karamah itu membuatnya semakin takut kepada Allah, kewaspadaannya terhadap siksa Allah semakin kuat, karena ia takut kalau-kalau hal tersebut merupakan istidraj. Sedangkan pemilik istidraj sangat senang dengan hal-hal luar biasa yang ada pada dirinya dan mengira bahwa karamah itu ada pada dirinya karena ia berhak memilikinya. Karena itu ia memandang rendah orang lain, membanggakan diri sendiri, dan merasa aman dari tipu daya dan siksaan Allah, dan tidak takut kepada siksa Allah. Jika sikap seperti ini muncul pada diri seorang pemilik karamah, berarti yang dimilikinya bukanlah
karamah tetapi istidraj.

Orang-orang yang berpegang pada kebenaran (Al-Muhaqqiqun) mengatakan bahwa ada kesepakatan bahwa keterputusan dari hadirat Allah sebagian besar terjadi dalam kondisi memiliki karamah. Tidak diragukan lagi, golongan Al-Muhaqqiqun takut kepada karamah, seperti rasa takut mereka kepada berbagai macam cobaan. Rasa senang kepada karamah dapat memutuskan jalan kepada Allah. Hal ini dapat dijelaskan dengan beberapa hujjah:

Hujjah pertama: Ketertipuan ini terjadi, ketika seseorang yakin bahwa dirinya berhak memperoleh karamah dan sekiranya ia bukanlah orang yang berhak mendapatkannya maka tidak akan muncul rasa bangga itu bahkan rasa bangganya itu muncul hanya karena karamah wali. Keutamaan karamahnya lebih besar daripada kebahagiaan karena karamah itu sendiri. Kebahagiaan dengan adanya karamah itu melebihi kebahagiaan pada dirinya sendiri. Jelas bahwa kebahagiaan karena adanya karamah tidak akan muncul kecuali dengan adanya keyakinan bahwa dirinyalah pemilik karamah itu dan yang berhak mendapatkannya. Ini adalah kebodohan yang nyata karena para malaikat saja berkata, Tidak ada yang kami ketahui kecuali dari apa yang Engkau ajarkan kepada kami (QS Al-Baqarah [2]: 32). Dan Allah berfirman, Dan mereka tidak menghormati Allah dengan penghormatan yang semestinya (QS Al-An’am [6]: 91). Ada dalil meyakinkan yang menyatakan bahwa makhluk tidak berhak mendakwakan kebenaran, maka bagaimana mungkin ada orang mengaku berhak mempunyai karamah.

Hujjah kedua: Karamah adalah sesuatu yang senantiasa tergantung pada Allah Swt. Rasa senang karena memiliki karamah adalah senang kepada sesuatu yang bukan haknya. Rasa senang kepada sesuatu yang
bukan haknya merupakan penghalang kebenaran, dan orang yang terhalang dari kebenaran bagaimana mungkin layak untuk senang dan bergembira?

Hujjah ketiga: Orang yang yakin bahwa dirinya berhak memiliki karamah karena merasa amal perbuatannya memiliki pengaruh besar dalam dirinya dan merasa bahwa perbuatannya bernilai atau berpengaruh pada dirinya adalah orang yang bodoh. Kalau saja ia mengenal Tuhan, ia pasti menyadari semua ketaatan makhluk di sisi Allah itu hanya sedikit, semua rasa syukur mereka atas anugerah dan nikmat-Nya itu juga sangat sedikit, dan semua pengetahuan dan ilmu mereka dibandingkan dengan keagungan Allah hanyalah kebingungan dan kebodohan saja.
Ketika Ustaz Abu ‘Ali al-Daqaq mengkaji firman Allah yang berbunyi Kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang saleh dinaikkan-Nya (QS Fathir [35]:10), di majelisnya ia berkata, “Pertanda bahwa amalmu dinaikkan oleh Allah adalah jika kamu tidak mengingat-ingatnya. Jika kamu mengingat-ingat amalmu, berarti amalmu ditolak, sebaliknya bila kamu tidak mengingat-ingatnya, berarti amalmu diterima dan dinaikkan oleh Allah Swt.”

Hujjah keempat: Pemilik karamah merasa bahwa karamah yang dimilikinya justru untuk memperlihatkan kerendahan hati dan ketundukan di hadapan Allah. Jika ia merasa bangga, tinggi hati, dan sombong disebabkan karamah yang dimilikinya, maka batallah segala sesuatu yang menyebabkannya menerima karamah. Sikap seperti inilah yang membuat pemilik karamah tertolak. Oleh karena itu, setiap kali Rasulullah Saw. menceritakan tentang manaqib (keistimewaan) dan keutamaan dirinya, beliau selalu mengakhirinya dengan kalimat, “Tiada kebanggaan,” maksudnya “Aku tidak bangga dengan karamah yang kumiliki ini, yang aku banggakan adalah Zat yang memberi karamah.”

Hujjah kelima: Kemunculan hal-hal luar biasa pada iblis dan bal’am begitu menakjubkan, tetapi kemudian Allah berfirman kepada iblis, Ia termasuk golongan kafir, kepada bal’am, Ia seperti anjing, dan kepada ulama Bani Israil, Perumpamaan orang-orang yang memegang Taurat, tetapi tidak mengamalkannya adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal (QS Al-Jumu’ah [62]: 5), juga firman-Nya kepada Bani Israil, Orang-orang yang telah diberi Al-Kitab tidak berselisih, kecuali setelah datang ilmu kepada mereka, di antara mereka kemudian ada yang membangkang (QS Ali ‘Imran [3]: 19). Jadi jelaslah bahwa kegelapan dan kesesatan yang menimpa mereka disebabkan karena rasa bangga dengan ilmu dan kezuhudan yang diberikan kepada mereka.

Hujjah keenam: Karamah bukanlah kemuliaan, dan segala sesuatu yang tidak mulia adalah kehinaan. Barangsiapa memuliakan kehinaan berarti ia hina, karena itu Nabi Ibrahim a.s. berkata, “Adapun bagi-Mu, itu tidak berarti apa-apa.” Merasa cukup dengan kefakiran adalah fakir, takwa dengan kelemahan adalah lemah, merasa sempurna dengan kekurangan adalah kurang, bahagia dengan semua hal yang diperkenankan dan menerima seluruh kebenaran adalah sikap ikhlas. Fakir adalah ketika seseorang senang dengan kemuliaan yang menjatuhkan derajatnya. Jika seseorang melihat karamah, sesunggu-hnya setiap ia melihat keperkasaan niscaya ia melihat sang pemberi keperkasaan, dan setiap ia melihat ciptaan niscaya ia melihat penciptanya.

Hujjah ketujuh: Bangga terhadap diri dan sifat-sifatnya termasuk sifat-sifat iblis dan Fir’aun. Iblis berkata, Aku lebih baik daripada Adam (QS Al-A’raf [7]: 12) dan Fir’aun berkata, Bukankah kerajaan Mesir ini adalah kepunyaanku (QS Al-Zukhruf [43]: 51). Setiap orang yang mengaku nabi atau tuhan secara dusta, maka ia tidak memiliki tujuan apa-apa, kecuali untuk menghias diri, memperkuat ketamakan dan kebanggaan diri. Oleh karena itu, Rasulullah Saw. bersabda, “Ada tiga hal yang merusak, yang terakhir adalah orang yang membanggakan diri.”

Hujjah kedelapan: Allah berfirman, Berpegang teguhlah kepada apa yang Aku berikan kepadamu dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur (QS Al-A’raf [7]: 144). Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu apa yang diyakini (ajal) (QS Al-Hijr [15]: 99). Ketika Allah menganugerahkan karunia yang melimpah kepada kita, kita diperintah untuk menyibukkan diri dengan melayani Sang Pemberi, bukan malah bangga dengan karunia yang diberikan-Nya itu.

Hujjah kesembilan: Ketika Nabi Saw. disuruh oleh Allah untuk memilih antara menjadi raja yang nabi atau hamba yang nabi, beliau tidak memilih posisi raja, padahal tidak diragukan bahwa posisi raja yang meliputi daerah Timur dan Barat adalah kemuliaan, bahkan mukjizat. Namun Nabi Saw. meninggalkan singgasana dan memilih penghambaan (‘ubudiyah)kepada Allah. Sebab ketika menjadi seorang hamba, kebanggaannya diarahkan kepada tuannya. Tetapi ketika menjadi raja, kebanggaannya diarahkan kepada budaknya. Ketika Nabi Saw. memilih penghambaan, sudah tentu dia menjadikan sunnah sebagai peng-
hormatan seperti yang diriwayatkan Ibnu Mas’ud, “Aku bersaksi bahwa Muhammmad Saw. adalah hamba dan utusan-Nya.” Allah berfirman tentang mi’raj Nabi Saw., Maha suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam. (QS Al-Isra’ [17]: 1)

Hujjah kesepuluh: Mencintai tuan itu tidak ada artinya, mencintai sesuatu demi tuan juga tidak ada artinya. Barangsiapa mencintai, maka ia tidak akan senang dan gembira selain dengan kekasihnya. Kesenangan dan kegembiraan dengan selain Allah menunjukkan bahwa ia tidak mencintai tuannya, tetapi ia hanya mencintai bagian dari nafsunya sendiri dan bagian dari nafsu hanya dituntut oleh nafsu. Orang seperti ini hanya mencintai dirinya sendiri. Sebenarnya ia tidak mencintai tuannya, ia hanya menjadikan tuannya sebagai sarana untuk memperoleh apa yang dicarinya. Berhala besar adalah nafsu, sebagaimana dinyatakan dalam firman-Nya, Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya (QS Al-Furqan [25]: 43). Manusia seperti ini adalah hamba berhala agung hingga para muhaqqiqin mengemukakan bahwa mudarat karena menyembah berhala tidak sebesar mudarat karena menyembah nafsu, rasa takut karena menyembah berhala tidak sebesar rasa takut karena merasa bangga dengan adanya karamah.

Hujjah kesebelas: Allah berfirman, Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan memberinya jalan keluar dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka. Dan barangsiapa bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan keperluannya (QS Al-Thalaq [65]: 2-3). Ayat ini menunjukkan bahwa orang yang tidak bertakwa dan bertawakkal kepada Allah, maka tidak akan memperoleh apa-apa dari perbuatan dan keadaan mereka itu.

Rabu, 15 Februari 2012

Obat Hati yang Keruh





علاج الغضب




وعلاج الغضب بالأدوية المشروعة يكون بطريقين :

الطريق الأول : الوقاية :

ومعلوم أن الوقاية خير من العلاج ، وتحصل الوقاية من الغضب قبل وقوعه باجتناب أسبابه


ومن هذه الأسباب التي ينبغي لكل مسلم أن يطهر نفسه منها : الكبر ، والإعجاب بالنفس ، والافتخار ، والتيه ، والحرص المذموم ، والمزاح في غير مناسبة ، أو الهزل وما شابه ذلك


الطريق الثاني : العلاج إذا وقع الغضب :

وينحصر في أربعة أنواع كالتالي :

النوع الأول : الاستعاذة بالله من الشيطان ، قال اللّه تعالى : { وَإِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ إِنَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ }

وعن سليمان ابن صُردٍ - رضي الله عنه - قال : « استَبَّ رجلان عند النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم ونحن عنده جلوس وأحدهما يسبّ صاحبه مغضبًا قد احمر وجهه ، فقال النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم : إني لأعلمُ كلمة لو قالها لذهب عنه ما يجد . لو قال : أعوذ باللّه من الشيطان الرجيم »

النوع الثاني : الوضوء ، عن عطية السعدي - رضي الله عنه - قال : « قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : " إن الغضب من الشيطان ، وإن الشيطان خُلِقَ من النار ، وإنما تطفأ النار بالماء ، فإذا غضب أحدكم فليتوضأ » .


النوع الثالث : تغيير الحالة التي عليها الغضبان ، بالجلوس ، أو الخروج ، أو غير ذلك ، عن أبي ذر - رضي الله عنه - قال : إن رسول اللهّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم قال لنا : « إذا غضب أحدكم وهو قائم فليجلس ، فإن ذهب عنه الغضب وإلّا فليضطجع »

النوع الرابع : استحضار ما ورد في فضل كظم الغيظ من الثواب



Obat amarah



Pengobatan kemarahan dengan obat adalah anjuran agama (sah) dan ada dalam dua cara:
Cara pertama: Pencegahan:
Telah diketahui bahwa mencegah lebih baik daripada mengobati, dan Anda mendapatkan perlindungan dari kemarahan sebelum hal itu terjadi dengan menghindari penyebabnya

Hal ini untuk alasan-alasan yang harus setiap Muslim untuk memurnikan dirinya sendiri, termasuk: kesombongan, kagum, bangga, mencemooh, loba, lelucon yang tidak patut, atau humor dan sejenisnya


Cara kedua: Pengobatan Jika terjadi kemarahan:

Dan terbatas pada empat jenis sebagai berikut:

Tipe I: Mencari perlindungan Allah dari setan, Allah berfirman: {Dan Jika saran dari setan, maka berlindunglah kepada Allah Mendengar lagi Maha Mengetahui.

Dan Sulaiman Ibnu Sard - ra. - berkata: «Saling cemooh dua laki-laki dekat Nabi saw, dan kami sedang duduk disampingnya, dan salah satunya mengutuk rekannya sambil marah, hingga merah wajahnya, kata Nabi, saw: Aku yang tahu kata-kata, jika diucapkannya oleh dia, maka hilanglah apa yang telah ditemuinya. Jika ia berkata: Aku berlindung dengan Allah dari setan yang terkutuk »

Tipe II: wudhu, Dari 'Athiah-Sa'di - ra. - berkata: «Rasulullah saw: bersabda" Sesungguhnya amarah itu dari Setan, dan Setan diciptakan dari api, tetapi mematikan api dengan air, jika marah seseorang dari kamu, biarkan dia melakukan wudhu ».

Tipe III: Mengubah keadaan Kemarahan itu, duduk, atau memperkecil, atau sebaliknya, dari Abu Dzar - semoga Allah senang dengan dia - berkata: Rasulullah saw mengatakan kepada kami: «Jika marah seseorang dari kamu, bila dia berdiri maka duduklah, jadi kemarahannya akan hilang »

Tipe IV: megingat akan pahala keutamaan menahan diri.

Ucapan rasa syukur





Ucapan rasa syukur
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

ان الحمد لله نحمده ونستعينه ونعوذ به من شرور انفسنا ومن سبئات أعمالنا من يهد الله فلا مضلّ له ومن يضلله فلا هادي له نشهد أن لا إله إلا الله واحده لا شريك له ونشهد أنّ محمّدا عبده ورسوله لا نبيّ بعده اللهم صلّ وسلم وبارك علي حبيبنا وشفيعنا ونبيّنا محمّد صلّي الله عليه وأله وسلّم أرسله بالهدي ودين الحقّ ليظهره علي الدين كله ولو كره الكافرون أمّا بعد: فإنّ أحسن الحديث كتاب الله وخير الهدي هدي محمّد صلّي الله عليه وآله وسلّم وشرّ الأمور محدثاتها وكلّ محدثات بدعه وكلّ بدعة ضلالة وكلّ ضلالة في النار قال عزّ من قائل, أعوذ بالله من الشّيطان الرّجيم بسم الله الرّحمن الرّحيم فلو لا نفر من كلّ فرقة منهم طآئفة ليتفقّهوا في الدّين ولينذروا قومهم إذا رجعوا إليهم لعلّهم يحذرون وقال النبيّ صلّي الله عليه وآله وسلّم, من يرد الله به خيرا يفقّهه في الّدين صدق الله العظيم وصدق رسوله الحبيب الكريم ونحن علي ذلك من الشاهدبن والشّاكرين والحد لله ربّ العالمين


Dengan mengucap rasa syukur sedalam-dalamnya ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat dan kasih sayang yang di berikan kepada semua hambaNya yang tak membedakan si kaya dan si miskin, muda maupun dewasa, beriman padaNya dan tidak beriman, semua di kasihi tanpa kecuali. Maka dengan rahmat karunia pemberianNya pula, saya bisa merampungkan halaman ini walau alakadar hanya untuk menegaskan bahwa yang punya pan page ini adalah asli manusia bukan hantu dan dedemit yang kerjanya hanya membuat orang menjadi takut, untuk itu harapan besar saya pada semua yang sempat berkunjung, memaklumi keadaannya. Semoga anda semuanya betah tinggal walau hanya bertamu di sini dan merasa senang atas sedikit jamuan.terima kasih wassalam

Sungguh.... Kedekatan Rasulullah shallallahu 'alahi wasallam kepada kita seperti air dalam pohon, yang meliputi seluruh batang, akar, cabang, daun, bunga dan buah. Tak ada yang tidak dialiri oleh air itu. Jika seumpama pohon maka jiwa kita terasa kering..., ...karena jeja...k- jejaknya tak kita ikuti, ucapan-ucapannya tak kita hiraukan, peringatan- peringatannya kita abaikan. Sungguh..... kedahsyatan Cinta itu telah membawa tarian semesta ini seperti gerak rancak yang gemulai dalam senandung musik Ilahiyah yg Sempurna. Ketika kita sebut KekasihNya,Muhammad SAW lewat getaran milyaran bibir yang melantunkan sholawat dan salam kepada kekasihNya itu. tiba-tiba segalanya mekar bagai bunga, lalu membentuk jadi shollu alan nabiy.Kelahiran Rasulullah -shallallahu 'alaihiwasallam- di bulan Rabiul Awwal laksana guyuran hujan di akhir musim kemarau. Saat hati manusia kering kerontang, akhlak manusia tandus dari moral dan hilang rasakemanusiaannya,Datanglah seorang nabi yang menjadikan manusia menjadi manusia. Adalah seorang anak yatim yg menggetarkan dunia. Ya Rasulallah.. Ya Sanady.. Ahlan wa sahlan yaa...Syahra Rabbi'il Awwal, Syahra Mawlidin Nabi (saw)


 والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Jumat, 30 Desember 2011

Memasang Tag Permalink di Bawah Postingan






Manfaat memasang tag permalink artikel di setiap postingan ini selain untuk SEO on page juga kita memberikan penjelasan kepada pembaca artikel tentang alamat permalink, serta judul tersebut. Memasang permalink di setiap postingan sangat bermanfaat untuk menambah internal link dalam postingan, yang tentunya dengan adanya permalink ini akan membuat postingan kita lebih Seo Friendly.

Bagaimana cara memasang tag permalink di psotingan :
Masuk ke akun blogger sobat
Kemudian langsung saja menuju ke halaman Edit HTML
Cari kode ]]></b:skin>
Lalu pastekan code di bawah ini tepat di atas kode ]]></b:skin>
.permalink
{border: 1px solid #EFF0F1;
padding: 5px;
background: #ffffff;-moz-border-radius:5px;}
.strikpermalink a
{background:none;}
img.float-right {margin: 5px 0px 0 10px;}
img.float-left {margin: 5px 10px 0 0px;}
Cari lagi kode <data:post.body/> (mungkin sobat akan menemukan 2 kode tersebut, pilih kode yang kedua)
Jika sudah di temukan, ganti kode tersebut dengan kode dibawah ini
<b:if cond='data:blog.pageType == &quot;item&quot;'>
<p><data:post.body/></p>
<div class='permalink'>
<center><small>Anda sedang membaca artikel <strong><u><data:blog.pageName/></u></strong> dan artikel ini url permalinknya adalah <strong><data:post.url/></strong></small></center><center><small>Semoga artikel <u><a expr:href='data:post.url'><data:blog.pageName/></a></u> ini bisa bermanfaat.</small></center></div>
<b:else/>
<p><data:post.body/></p>
</b:if>
Save dan lihat hasilnya.
Sekarang tag permalink sobat sudah terpasasng dibawah postingan.. Ini berkat Master kita di Cara Memasang Tag Permalink di Bawah Postingan
Selamat mencoba...!!!
 
We on Scribd DMCA.com